Selasa, 27 Maret 2012

Faktor Pembentuk Tanah ( Topografi dan Waktu )


   FAKTOR PEMBENTUK TANAH

Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan tanah mulai dari bahan induk disebut genesa tanah. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, tetapi hanya lima faktor yang dianggap penting yaitu;
(1) iklim
(2) organisme
(3) bahan induk
 (4) topografi
 (5) waktu.


Dalam hal ini yang menjadi fokus pembahasan adalah topografi/relief dan waktu. Sebelum membahas mengenai bagaimana topografi / relief dan waktu mempengaruhi pembentukan tanah berikut definisi dari faktor pembentuk tanah tersebut.
1.      Pengertian Topografi / relief
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses pembentuk tanah dengan cara:
(1) mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan masa tanah,
(2) mempengaruhi dalamnya air tanah,
(3) mempengaruhi besarnya erosi, dan
 (4) mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut didalamnya.
2. Pengaruh Topografi terhadap Pembentukan Tanah
 Topografi (bentuk wilayah atau relief) suatu daerah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh iklim. Didaerah bergelombang, drinase tanah lebih baik sehingga pengaruh iklim (curah hujan, suhu) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Di daerah yang berlereng curam kadang-kadang terjadi terus menerus erosi permukaan sehingga terbentuklah tanah-tanah dangkal. Pada tanah datar kecepatan pengaliran air lebih kecil daripada tanah yang berombak. Topografi miring mempergiat berbagai proses erosi air, sehingga membatasi kedalaman solum tanah. Sebaliknya genangan air didataran, dalam waktu lama atau sepanjang tahun, pengaruh ilklim nibsi tidak begitu nampak dalam perkembangan tanah.
Di daerah beriklim humid tropika dengan bahan induk tuff vulkanik, pada tanah yang datar membentuk tanah jenis latosol berwarna coklat, sedangkan di lereng pegunungan akan terbentuk latosol merah. Di daerah semi arid (agak kering) dengan bahan induk naval pada topografi datar akan membentuk tanah jenis grumosol, kelabu, sedangkan dilereng pegunungan terbentuk tanah jenis grumosol berwarna kuning coklat. Di lereng pegunungan yang curam akan terbentuk tanah dangkal. Adanya pengaliran air menyebabkan tertimbunnya garam-garam di kaki lereng, sehingga di kaki gunung berapi di daerah sub humid terbentuk tanah berwarna kecoklat-coklatan yang bersifat seperti grumosol, baik secara fisik maupun kimianya. Di lereng cekung seringkali bergabung membentuk cekungan pengendapan yang mampu menampung air dan bahan-bahan tertentu sehingga terbentuk tanah rawang atau merawang.
Sifat-sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief
     tebal solum,
      tebal dan kandungan bahan organik horison A,
      kandungan air tanah (relative wetness),
      warna tanah,
      tingkat perkembangan horison,
     reaksi tanah (pH), kejenuhan basa,
     kandungan garam mudah larut dan lain-lain.
Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi:
a.       Tebal atau tipisnya lapisan tanah
Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi sedimentasi.
b.      Sistem drainase/pengaliran
Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam.
Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan 4 Cara :
1. Jumlah air hujan yang dapat meresap atau disimpan oleh massa tanah
2. Kedalaman air tanah
3. Besarnya erosi yang dapat terjadi
4. Arah pergerakan air yg membawa bahan-bahan terlarut dari tempat yang tinggi ke tempat         yang rendah.
Topografi atau relief merupakan faktor pengubah dan pembentuk sifat dan jenis tanah.
Pengaruh relief atau topografi secara langsung terhadap pelapukan adalah pada :
· Posisi singkapan batuan (out crops) terhadap matahari
· Posisi permukaan tanah terhadap penyinaran dan curah hujan
Sehingga menimbulkan efek terhadap pembentukan tanah :
·      Beda tinggi permukaan lahan (amplitude)
·      Bentuk permukaan lahan
·       Derajat kelerengan
·      Panjang lereng
·      Arah lereng
·      Bentuk punggung lereng
Semua komponen relief atau topografi tersebut bersama elemen iklim secara tak langsung berkorelasi terhadap:
· Pelapukan fisik dan kimiawi batuan
· Transportasi (erosi) bahan terlapuk di permukaan tanah
· Translokasi (pemindahaan secara gravitasi) atau eluviasi dan podsolisasi
· Deposisi dan sedimentasi atau illuviasi (penimbunan)

Dengan demikian efek langsung relief dan topografi terhadap tanah adalah pada :
·          Tebal daging ( solum) tanah; solum tanah pada daerah lembah dan dataran akan lebih tebal dibandingkan solum tanah yang terdapat di puncak bukit atau lereng terjal.
·          Drainase tanah; tanah di daerah lembah atau cekungan akan lebih jelek atau lambat dan sebaliknya untuk daerah-daerah berlereng lebih cepat atau baik.
·          Satuan tanah; jenis tanah yang perbedaannya ditentukan oleh regim kelembaban dan kelas drainase serta penciri oksida reduksi, sangat dipengaruhi oleh relief atau topografi
·         Tingkat erodibilitas tanah; Semakin besar selisih tinggi, derajat kelerengan, dan panjang lereng maka semakin besar tingkat erodilitas tanah .

3.    Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah (dinamis) sehingga akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus maka tanah-tanah yang semakin tua juga semakin kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Profil tanah juga semakin berkembang dengan meningkatnya umur.
Karena proses pembentuk tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi : tanah muda (immature atau young soil), tanah dewasa  (mature soil) dan tanah tua (old soil).
a.       Tanah muda: pada tingkat ini proses pembentukan tanah terutama berupa proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral, pencampuran bahan organik dan bahan mineral dipermukaan tanah dan pembentuk struktur tanah karena pengaruh bahan organik tersebut. Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Sifat tanah masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya. Termaksuk tanah muda adalah jenis tanah Entisol (Aluvial, Regosol).
b.      Tanah dewasa: dengan proses yang lebih lanjut maka tanah-tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa yaitu dengan proses pembentukan horison B. Horison B yang terbentuk adalah horison B yang masih muda (bw) sebagai hasil dari proses alterasi bahan induk (terbentuk struktur tanah, warna lebih merah dari bahan induk) atau ada penambahan bahan-bahan tertentu (liat dan lain-lain) dalam jumlah sedikit dari lapisan atas. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tertinggi, karena unsur-unsur hara di dalam tanah cukup tersedia, akibat pelapukan mineral dan pencucian unsur hara belum lanjut. Jenis tanah yang termaksuk dalam tingkat ini antara lain Inceptisol (Latosol Coklat, dan lain-lain), Andesol, Vertisol, Mollisol dan sebagainya.
c.       Tanah tua: dengan meningkatnya umur maka proses pembentuk tanah berjalan lebih lanjut, sehingga terjadi perubahan-perubahan yang lebih nyata pada horison A, E, EB, BE, Bt, (Bs), (Bo), BC dan lain-lain. Di samping itu pelapukan mineral dan pencucian basa-basa makin meningkat sehingga tinggal mineral-mineral yang sukar lapuk di dalam tanah dan tanah menjadi kurus dan masam. Jenis-jenis tanah tua tersebut antara lain adalah tanah Ultisol (Podsohik Merah Kuning) dan Oxisol (laterit).
Banyaknya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah berbeda-beda. Tanah yang berkembang dari batuan yang keras  memerlukan waktu yang lebih lama untuk pembentukan tanah dibanding dengan yang berasal dari bahan induk yang lunak  dari lepas. Dari bahan induk volkanik lepas seperti abu gunung api, dalam waktu kurang dari 100 tahun telah dapat terbentuk tanah muda. Tanah dewasa dapat terbentuk dalam waktu 1.000 – 10.000 tahun seperti halnya tanah Spodosol di Alaska yang berkembang dari bahan induk berpasir (1.000 tahun) dan tanah Molisol di Amerika Serikat yang berkembang dari bahan induk berlempung lepas (10.000 tahun). Tanah berasal dari abu Gunung Krakatau letusan tahun 1883, membentuk horison A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983), terutama yang tidak  terjadi erosi. Di tempat-tempat yang terjadi erosi ketebalan horison A hanya mencapai 5 cm atau kurang (hardjowigeno, et al, 1983).
Perlu dicatat bahwa tingkat perkembangan tanah tidak setara dengan tingkat pelapukan tanah. Tingkat perkembangan tanah berhubungan dengan perkembangan pembentukan horison-horison tanah, sedang tingkat pelapukan tanah berhubungan dengan tingkat pelapukan mineral dalam tanah. Tanah muda yang baru mempunyai horison A dan C dapat berupa tanah yang baru sedikit mengalami pelapukan bila berasal dari bahan induk baru seperti abu volkan, tetapi dapat juga telah mengalami pelapukan lanjut bila berasal dari bahan induk tua atau bahan induk yang telah mengalami pelapukan lanjut di tempat lain.
   Kekeringan dan erosi  dapat menghambat perkembangan tanah. Dalam periode waktu yang sama (umur yang sama) tanah di suatu tempat mungkin telah berkembang lanjut sedang di tempat lain yang beriklim kering atau terus menerus tererosi, mungkin tanahnya belum berkembang. Oleh karena itu, tua mudanya tanah tidak dapat dinyatakan dari umur tanah tersebut (dalam tahun), tetapi harus didasarkan pada tingkat perkembangan horison-horison tanah yang ada.



PENUTUP

Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief mempengaruhi proses pembentuk tanah

Topografi (bentuk wilayah atau relief) suatu daerah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh iklim
Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi Tebal atau tipisnya lapisan tanah dan Sistem drainase/pengaliran
Pengaruh relief atau topografi secara langsung terhadap pelapukan adalah pada Posisi singkapan batuan (out crops) terhadap matahari Posisi permukaan tanah terhadap penyinaran dan curah hujan.
Proses pembentuk tanah yang terus berjalan maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda (immature atau young soil), tanah dewasa  (mature soil) dan tanah tua (old soil).



DAFTAR PUSTAKA
Sihotang, H. 1990. Geologi indonesia.Lembaga Pengembangan Pendidikan :Universitas Sebelas Maret.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta :Penerbit Andi Yogyakarta.
Wesley, D.1977. Mekanika Tanah:Badan Penerbit Pekerja Umum.