Assalamu’alaikum
wr. wb..
Naiknya sang surya yang menghapus sang gelap malam
menjadikan pagi yang penuh harapan dan semangat. Ananda yang hanya bermodalkan
pena dan tinta menggoreskan kata – kata dengan perasaan yang takjub diiringi
dengan deraian air mata kebahagian yang tak terbendung. Harapan berbingkai emas
putih yang jernih, ayahanda dalam keadaan sehat dan bangga saat membaca coretan
ananda yang tak bermakna ini.
Ketika ayahanda membaca surat ini, anggaplah ananda
sedang mencium tanganmu dengan rasa haru yang menderu dalam dada, anggaplah
ananda adalah anak yang mencoba berbakti pada orang tua, dan anggaplah ananda
ini meneteskan air mata sayang di tanah tempatmu memijakkan kaki. Ananda yang
sedang berjuang di kota ini demi perbaikan nasib, yang hidup dengan seorang
janda tua di kota kecil yang nyaman tanpa hiruk pikuk dunia ini. Dulu almarhum
bapakku berkata jadilah anak yang sholehah dan juga gapai pendidikan setinggi langit, dan hari ini
ananda bisa membuktikannya dengan mengawalinya dari sini, bermodalkan pengetahuan
yang ananda kais sejak kecil hingga sekarang dengan sungguh - sungguh, niat
tulusku untuk menepati janjiku, dan juga doa tulus dari seorang ibunda yang
sangat kucintai. Aku dapat memasuki universitas ini tanpa ada mengeluarkan
modal yang mencekik leher.
Ayahanda rektor yang ku cinta,
Engkau bukan hanya pahlawan yang mengajarkan kami
tentang persamaan akuntansi, tentang kehebatan jurnal – jurnal, tentang susunan
laporan keuangan, maupun bagaimana bentuk keseimbangan dalam neraca. Tetapi
engkau juga mengajarkan kami bagaimana keseimbangan hidup dalam kecerdasan yang
sesungguhnya, dan juga pendidikan karakter yang engkau canangkan pada diri ini,
yang menjadikan investasiku agar ananda lebih siap mengahadapi dunia yang fana dan penuh
fatamorgana ini, bagaimana memetik amal di ladang amal Allah
azza wa jalla ini. dan juga amanah ananda sebagai generasi yang akan membangun
negeri ini sebagai generasi pembaharuan dengan kecerdasan intelektual dan
kecerdasan moral yang jernih.
Ayahanda rektor yang kukagumi karena Allah
Tidak banyak hal yang kukenal dari dirimu tapi saat
membaca biografimu timbul rasa kagumku. Dari kesederhanaan dan kebersahajaan
dirimu serta sloganmu “kalau bisa
dipermudah kenapa dipersulit” yang begitu melekat di hatiku. tentu menjadi
motivasi tersendiri bagiku. Kenapa tidak ? ananda yang beranjak dari kampung
halaman dengan restu orangtua dan niat tulus meneruskan cita – cita. walau tak
memulai dari sandal jepit, jalan kaki menuju kampus, seperti cerita para tokoh
dahulu. Namun, justru harus memulai perjuangan di kampus ini dengan melawan
kemanjaan diri dari mudahnya segala sesuatu karena teknologi. Karena sungguh
tak mudah berada di kota yang sangat membuat batin dan jiwa cukup tergoncang dan
terbuai untukku seorang anak yang beranjak dari kampung halaman yang sangat
nyaman dan cukup jauh dari hiruk pikuk di kehidupan ini.
Ayahanda rektor yang kukagumi karena Allah
Pertama kali ananda bertatap Ayahanda rektor secara
langsung pada saat seminar tentang pembangunan karakter, makin bertambah rasa
kekagumanku pada ayahanda dengan senyuman dan semangat yang dahsyat yang begitu
menular pada jiwa ini. Pada saat itu pula ayahanda membutikan slogan ayahanda.
Hal yang paling ku ingat saat itu adalah saat ayahanda mempraktekkan bahwa
menjaga kebersihan itu tidaklah sulit cukup dengan dua jari kita bisa menjaga
kebersihan, saat itu ayahanda mengambil plastik bekas snack,dan juga puntung
rokok yang dibuang oleh orang yang belum peduli dengan kebersihan cukup dengan
dua jari tangan kiri ayahanda. subhanaAllah… sungguh aksi nyata yang patut
ditiru oleh kami sebagai warga kampus hijau dan berkarakter ini walaupun
sedikit tapi kalau semua warga universitas bisa menerapkan itu.
Sempat tercetus di pikiran ananda, kenapa Ayahanda
rektor tidak membuat jalur sepeda disekitar daerah kampus hijau kita ini.
Padahal dengan adanya jalur sepeda ini kan banyak manfaat dan sisi kebaikan
yang dapat kita ambil. Memang memberi saran mudah.tapi saran ini muncul karena
kejenuhan ananda melihat suasana kampus. Mahasiwa yang kebut – kebutan juga
termasuk salah satunya. Lalu, di depan gerbang kampus tepatnya gerbang dua yang
kian terlihat sangat padat bahkan menyebabkan macet yang panjang karena
angkutan umum yang menguasai satu jalur untuk menjemput para mahasiswa yang
kini di manjakan oleh para angkutan umum. Kalau saja karakter itu telah
terbentuk dalam jiwa mahasiswa pasti suasana ini tidak akan terlihat. Namun,
penanaman karakter ini belum optimal kami rasakan termasuk penerapan dalam
perkuliahan. Tapi, tentu seperti ayam yang bertelur tidak semua akan menjadi
anak ayam namun ada juga yang pecah sebelum menetas. Tentu tidak semua
mahasiswa mengabaikan pembangunan karakter itu. Beberapa diantara kami
mahasiswa telah mencoba menerapkannya walau tak semudah yang kami fikirkan.
Terutama masalah disiplin dan kejujuran dalam diri kami.
Terakhir terucap salam cinta dan doa dariku seorang
mahasiswi yang begitu bangga berada di kampus yang Ayahanda rektor pimpin ini. Tiada
harta yang bisa menggantikan jasamu, dan tiada balasan materi yang dapat
melunasi ilmumu. Saya hanya bisa berdoa kepada Allah azza wa jalla agar
ayahanda senantiasa mendapat perlindungan, hidayah serta iman yang terus
mendampingimu dikala sedih dan senang, dikala tidur dan terjaga, dan dikala
rindu dijajah hati dan jiwa.
Sekian dari ananda. Mohon maaf jikalau
ada kata – kata ananda yang tak berkenan di hati ayahanda rektor. Karena Ananda
bukanlah seorang mahasiswi jurusan sastra yang dapat menyusun berbagai
rangkaian kalimat yang indah. Tapi setidaknya ananda senang dan bangga karena
ini adalah surat cinta pertama untuk Ayahanda rektor.
Salam
santun terhangat dan rasa kagum karena Allah dari Ananda.
Kampus Hijau, Universitas Negeri Medan
“The University of Character Building”
Yayi Ayu Ningtias
Akuntansi – non. dik / 2011